Selamat datang di Blog JAGO NUSANTARA
Adu ayam, atau yang disebut sabung ayam dilakukan oleh masyarakat di Indonesia telah
berlangsung sejak dahulu kala. Permainan ini merupakan perkelahian antar 2 ayam
jago yang memiliki taji dan terkadang taji ayam jago ditambahkan logam yang
runcing. Selain sebagai hiburan, sabung ayam di nusantara mengandung cerita
kehidupan baik dari sisi politik, sosial dan budaya.
Sabung Ayam di Bali 1915 (Koleksi http://www.kitlv.nl)
Sejarah Sabung Ayam Di Indonesia
Di pulau jawa, sabung ayam berasal dari sebuah cerita rakyat (folklore) tentang seseorang Pangeran yang terbuang bernama Cidelaras, Putra dari Raden Putra, Raja Jenggala. Cindelaras adalah anak dari Permaisuri yang asingkan karna di fitnah oleh istri muda raja. Istri muda raja tersebut berpura – pura jatuh sakit dan meminta dipanggilkan seorang dukun. Dukun yang datang tersebut rupanya adalah persuruh dari istri muda raja tersebut dan di minta untuk membuat pernyataan palsu bahwa penyakit yang dideritanya karna tidak disukai seseorang, dan orang itu adalah permaisuri atau istri tua raja. Istri tua tersebut dituduh meracuni makanan si istri muda. Atas pernyataan tersebut Raden Putra pun marah dan menyuruh Patih membawanya ke hutan untuk dibunuh. Atas perintah tersebut, Patih itu segera membawa permaisuri ke hutan. Akan tetapi, sesampainya patih tersebut melepaskan permaisuri. Ia mengatakan bahwa ia percaya permaisuri tidak melakukan apa yang dituduhkan dan semua itu adalah kelicikan dari istri muda raja. Patih berharap agar permaisuri dapat tetap hidup di hutan. Atas pertolongan tersebut permaisuri mengucapkan terimakasih.
Tak
lama setelah itu, istri dari raden putra pun melahirkan seorang anak laki –
laki yang diberi nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh sebagai pribadi yang baik
dan pandai bergaul dengan para penghuni hutan. Suatu hari di tengah hutan
melintas elang yang menjatuhkan sebuah telur, telur itu pecah dan mengeluarkan
yang bersuara aneh. Anak ayam tersebut mengatakan bahwa ia adalah anak dari Raden Putra. Sesampainya di rumah, Cindelaras menceritakan hal tersebut kepada
ibunya, dengan lugas ibunya pun mengelak dan berusaha meyakinkan bahwa ia
adalah keturunan orang biasa. Akan tetapi, karna desakan Cindelaras yang terus
membahas hal tersebut ibunya mengakuinya. Cindelaras pun berniat datang ke
kerajaan jenggala.
Dalam perjalanan, Cindelaras menemui banyak orang – orang yang sedang melakukan sabung ayam. Ia pun menatang orang – orang tersebut dan bertaruh. Orang orang tersebut menerima tantanganya, alhasil kemenangan demi kemenangan diraih cindelaras, sehingga ayamnya pun disebut sebagai ayam tak terkalahkan. Mendengar berita tersebut, Raden Putra mengundang ayam Cindelaras dan menantangnya. Raden Putra bertaruh jika ia kalah maka akan menyerahkan kerajaanya berserta kekayaanya, tetapi jika Cindelaras yang kalah ia harus bersedia di penggal kepalanya. Dengan lugas cindelaras menyetujui hal itu.
Dalam perjalanan, Cindelaras menemui banyak orang – orang yang sedang melakukan sabung ayam. Ia pun menatang orang – orang tersebut dan bertaruh. Orang orang tersebut menerima tantanganya, alhasil kemenangan demi kemenangan diraih cindelaras, sehingga ayamnya pun disebut sebagai ayam tak terkalahkan. Mendengar berita tersebut, Raden Putra mengundang ayam Cindelaras dan menantangnya. Raden Putra bertaruh jika ia kalah maka akan menyerahkan kerajaanya berserta kekayaanya, tetapi jika Cindelaras yang kalah ia harus bersedia di penggal kepalanya. Dengan lugas cindelaras menyetujui hal itu.
Pertarungan
antara ayam Raden Putra dan Cidelaras pun berlangsung.akan tetapi Pertarungan
tidak berlangsung lama, Ayam Cindelaras memukul jatuh ayam Raden Putra. Setelah
pertarungan tersebut ayam itu bersuara aneh yang mengatakan kepada raja bahwa
cindelaras adalah putranya. Raja
Jenggala itu pun kaget, dan bertanya
Pada Cindelaras, dan Ia pun Membenarkanya. Tak lama setelah itu, istri
tua raja tersebut dan menjelaskan bahwa Cindelaras adalah putranya. Raden putra
pun menyesali perbuatanya, Akhirnya ia menghukum istri muda dan juga dukun yang
telah menfitnah permaisuri.
Anak-anak
Menonton Sabung Ayam di Jawa 1900 (Koleksi http://www.kitlv.nl)
Sabung
ayam juga menjadi bagian dari peristiwa politik di masa lalu. Dimana Arena
sabung ayam menjadi tempat kematian Prabu Anusapati dari singosari yang terjadi pada hari Budha Manis atau
Rabu Legi ketika di kerajaan Singosari sedang berlangsung di Istana Kerajaan
salah satunya adalah pertunjukan sabung ayam.
Peraturan
yang berlaku adalah siapapun yang akan masuk kedalam arena sabung ayam dilarang
membawa senjata atau keris. Sebelum Anusapati berangkat ke arena sabung ayam,
Ken Dedes ibu Anusapati menasehati anaknya agar jangan melepas keris pusaka
yang dipakainya jika ingin menyaksikan sabung ayam yang diselenggarakan di
Istana, tetapi sesaat sebelum sabung ayam dilakukan Anusapati terpaksa
melepaskan kerisnya atas desakan Pranajaya dan Tohjaya.
Pada saat itu terjadi kekacauan
diarena dan akhirnya peristiwa yang dikuatirkan Ken Dedes terjadi dimana
kekacauan tersebut merengut nyawa Anusapati yang tergeletak mati diarena sabung
ayam ia dibunuh adiknya Tohjaya yang menusukan keris pusakanya sendiri.
Anusapati adalah kakak dari Tohjaya dengan ibu Ken Dedes dan bapak Tunggul
Ametung sedangkan Tohjaya adalah anak dari Ken Arok dengan Ken Umang itu memang
diriwayatkan memiliki kesukaan menyabung ayam.
Memang dalam cerita rakyat terutama
Ciung Wanara mengisahkan bahwa keberuntungan dan perubahan nasib seseorang
ditentukan oleh kalah menangnya ayam di arena sabung ayam, begitu juga
Anusapati bukan kalah dalam adu ayam tetapi dalam permainan ini ia terbunuh.
Jenazah Anusapati dimakamkan di Candi Penataran dan kejadian itu tetap dikenang rakyatnya.
Di
Bali, sabung ayam dinamakan ‘Tajen’ yang berasal dari tabuh rah yang merupakan
salah satu upacara adat masyarakat Hindu.
Tradisi ini sudah lama ada, bahkan semenjak zaman Majapahit. Saat itu memakai
istilah menetak gulu ayam. Akhirnya tabuh rah merembet ke Bali yang bermula
dari pelarian orang-orang Majapahit, sekitar tahun 1200
Upacara ini bertujuan untuk mengagungkan dan mengharmoniskan hubungan hubungan
manusia dengan Buddha yang agung. Dalam upacara ini menggunakan beberapa hewan
peliharaan untuk dikurbankan yaitu kerbau, babi, itik, ayam, dan binatang
ternak lainnya. Cara pengorbanan hewan-hewan ini yaitu dengan menyembelih
bagian leher binatang setelah dibacakan mantra oleh pemuka agama. Upacara adat
yang menggunakan sabung ayam yaitu lontar Yadnya Prakerti, sabung ayam dalam
upacara adat ini bertujuan untuk mengadakan pertarungan suci dan ternyata
tradisi ini telah dilakukan sejak purba. Bukti
tabuh rah merupakan rangkaian dalam upacara Bhuta Yadnya di Bali sejak zaman
purba juga didasarkan dari Prasasti Batur Abang I tahun 933 Saka dan Prasati
Batuan tahun 944 Saka.
Relief
Tentang Sabung Ayam di Dalem Poerwatempel Bangli 1947 (Koleksi http://www.kitlv.nl)
Sabung ayam merupakan kebudayaan
telah melekat lama dalam kebudayaan Bugis. Menurut M Farid W Makkulau, Manu’(Bugis) atau Jangang (Makassar) yang berarti
ayam, merupakan kata yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Bugis
Makassar. Gilbert Hamonic menyebutkan bahwa kultur bugis kental dengan mitologi
ayam. Hingga Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin,
digelari “Haaantjes van het
Oosten” yang berarti “Ayam Jantan dari Timur.
Sabung
Ayam di Sulawesi 1910 (Koleksi http://www.kitlv.nl)
Diceritakan
bahwa tokoh utama epik mitik dalam kitab La Galigo, Sawerigading,
kesukaannya menyabung ayam. Dahulu, orang tidak disebut pemberani (to-barani)
jika tidak memiliki kebiasaan minum arak (angnginung ballo), judi (abbotoro’),
dan massaung manu’ (adu ayam), dan untuk menyatakan keberanian orang itu,
biasanya dibandingkan atau diasosiasikan dengan ayam jantan paling berani di kampungnya
(di negerinya), seperti “Buleng – bulengna Mangasa, Korona Mannongkoki,
Barumbunna Pa’la’lakkang, Buluarana Teko, Campagana Ilagaruda (Galesong), Bakka
Lolona Sawitto, dan lain sebagainya. Dan hal sangat penting yang belum banyak
diungkap dalam buku sejarah adalah fakta bahwa awal konflik dan perang antara
dua negara adikuasa, penguasa semenanjung barat dan timur jazirah Sulawesi
Selatan, Kerajaan Gowa dan Bone diawali dengan “Massaung Manu”. (Manu Bakkana
Bone Vs Jangang Ejana Gowa).
Pada
tahun 1562, Raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga
Ulaweng (1548 – 1565) mengadakan kunjungan resmi ke Kerajaan Bone. Kedatangan
tamu negara tersebut dimeriahkan dengan acara ’massaung manu’. Dalam sabung
ayam tersebut Raja Gowa, Daeng Bonto mengajak Raja Bone La Tenrirawe Bongkange’
bertaruh. Taruhan Raja Gowa 100 katie emas, sedang Raja Bone sendiri
mempertaruhkan segenap orang Panyula (satu kampong). Sabung ayam antara dua
raja penguasa semenanjung timur dan barat ini bukanlah sabung ayam biasa,
melainkan pertandingan kesaktian dan kharisma. Alhasil, Ayam sabungan Gowa yang
berwarna merah (Jangang Ejana Gowa) mati terbunuh oleh ayam sabungan Bone (Manu
Bakkana Bone).
Kekalahan
ayam sabung Raja Gowa membuatnya merasa
terpukul dan malu. Tragedi ini dipandang sebagai peristiwa siri’ oleh Kerajaan
Gowa. Di lain pihak, kemenangan Manu Bakkana Bone menempatkan Kerajaan Bone
dalam posisi psikologis yang kuat terhadap kerajaan – kerajaan kecil yang
terletak di sekitarnya. Dampak positifnya, tidak lama sesudah peristiwa sabung
ayam tersebut serta merta kerajaan – kerajaan kecil di sekitar Kerajaan Bone
menyatakan diri bergabung dengan atau tanpa tekanan militer, seperti Ajang Ale,
Awo, Teko, serta negeri Tellu Limpoe.
Sabung ayam pada dahulu kala di Nusantara ternyata bukan hanya sebuah permainan rakyat semata tetapi telah menjadi budaya politik yang dapat mempengaruhi perkembangan sebuah dinasti kerajaan. Selain itu permainan ini adalah bagian dari tradisi yang telah melakat dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Apalagi di bali, sabung ayam adalah salah satu ritual penting pada upacara Bhuta Yadnya.
Sabung ayam pada dahulu kala di Nusantara ternyata bukan hanya sebuah permainan rakyat semata tetapi telah menjadi budaya politik yang dapat mempengaruhi perkembangan sebuah dinasti kerajaan. Selain itu permainan ini adalah bagian dari tradisi yang telah melakat dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Apalagi di bali, sabung ayam adalah salah satu ritual penting pada upacara Bhuta Yadnya.
Dewasa ini apakah sabung
ayam harus di hapuskan di Indonesia ? Saya pikir hal itu tidak mungkin terjadi
mengingat sejarah budaya ayam sabung ayam di indonesi telah lama melekat
berabad-abad. Usia sabung ayam nyaris setua pembentukan masyarakat di
pulau-pulau Nusantara. Mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, hingga Sulawesi punya
kisah tentang sabung ayam ini, menegaskan lagi ini adalah sebuah budaya Indonesia
yang sepatutnya di lestarikan bukan malah dihilangkan.
Berbeda dengan yang ada di New York, beberapa waktu lalu ada sebuah berita membongkar rumah judi sabung ayam di New York menggegerkan para pecinta hewan adu. Bahkan, Walikota New York saja akan menghapus kereta kuda di Central Park, Banyak opini mengatakan bahwa kini sudah saatnya menghentikan aksi kekerasan pada binatang. Apalagi sabung ayam yang benar-benar menyiksa hewan. Mungkin Di New York bisa dihapus karna di New York sabung ayam hanya digunakan sebagai sarana judi, tidak ada maksud lain.
Berbeda dengan yang ada di New York, beberapa waktu lalu ada sebuah berita membongkar rumah judi sabung ayam di New York menggegerkan para pecinta hewan adu. Bahkan, Walikota New York saja akan menghapus kereta kuda di Central Park, Banyak opini mengatakan bahwa kini sudah saatnya menghentikan aksi kekerasan pada binatang. Apalagi sabung ayam yang benar-benar menyiksa hewan. Mungkin Di New York bisa dihapus karna di New York sabung ayam hanya digunakan sebagai sarana judi, tidak ada maksud lain.
Demikianlah artikel tentang sejarah sabung ayam di tanah nusantara. semoga artikel ini menambah pengetahuan di dunia perayaman di indonesia.
0 Komentar